Arsip Blog

Senin, 03 Agustus 2015

Yaa seorang "AKU"



Dalam kehidupan terkadang ada dimensi dimana kita tidak bisa memahami apa yang kita inginkan, apa yang harus kita lakukan, ataupun apa yang akan kita dapatkan. Semuanya tergantung pada diri kita, ketika kita berniat baik dalam suatu jalan yang kita tempuh maka insya Alloh jalan kedepannya akan baik-baik saja, meskipun ini akan mengalami banyak rintangan yang mungkin juga akan sulit dan rumit untuk melewatinya tapi ada Alloh bersama niat baik kita.
Sepertinya angin musim sudah terlalu lama menerpah tubuhku, tapi aku tidak  menikmatinya, aku biarkan saja angin itu lewat dan membawa semua cerita lamaku, aku tidak mau beranjak pergi dari dimensi ini, karena aku masih ingin berusaha dan aku punya keyakinan bahwa pada dimensi  esok aku tidak lagi seperti yang sekarang. Aku bukan melupakan yang sekarang, hanya saja aku ingin tidak mengingatnya, karena aku berfikir bahwa mungkin jika aku bertahan pada ingatan masa laluku, aku tidak akan tahu betapa berliku, betapa terjal dan betapa indah serta istimewanya jalan didepanku.
Seiring berjalannya waktu, aku akan mengerti sendiri bagaimana aku harus menghadapi dunia luar, menemui banyak orang yang belum aku kenal dan menjumpai lebih banyak lagi perbedaan, entah itu dalam hal kebudayaan, bahasa, adat istiadat dan semua aspek dalam kehidupan ini. Ketika nanti aku keluar, aku harus bisa menghadapi semua tantangan sendiri, aku harus belajar berdiri didepan untuk diriku sendiri, memasang wajah paling manis hingga paling menakutkan, berdiri gagah dengan diriku sendiri dan untuk diriku sendiri. Aku akan belajar tidak terbiasa bergantung pada orang lain, belajar berprinsip bahwa “ini loh aku” dengan bangga menyebut namaku tanpa menghilangkan kesopan santunan dalam bergaul “ini loh aku” tanpa rasa sombong dan kufur (Aaaaaammiiiiiiiiin).
Setiap hari yang kujalani memang penuh dengan tanda tanya “apakah yang kulakukan ini benar, bermanfaat bagi orang banyak, atau hanya untuk kepuasan syahwatku saja???” entahlah, semuanya sudah ku fikirkan semalam sebelumnya dan siang ditengahnya serta malam lagi setelahnya. Yaa aku terkadang berfikir ternyata “jika kita mengejar waktu maka akan merasa santai, tapi jika waktu yang mengejar maka kita terengah-engah”. Semuanya butuh perencanaan, butuh kematangan strategi untuk bisa menyelsaikan semuanya, butuh waktu yang lama untuk benar-benar ihsan, menyadari bahwa “ihsan itu lebih dari iman” tapi mengamalkannya tidak semudah mengucapkannya. Aku meyakini bahwa “kita manusia adalah tempat salah dan lupa” jadi ketika apa yang bisa kita ucapkan itu belum terealisasi maka dengan sendirinya kita mengiyahkan untuk menolak mengerjakannya. Karena kita lupa jika iman itu bukan hanya diucapkan dengan lisan tapi juga harus merealisasikan dengan perbuatan kita sehari-hari, kita bisa dengan mudah lupa karena kita salah dalam menanamkan niat awal kita ketika pertama kita membuka mata dan melihat gemerlapnya neraka ini. Kenapa aku menyebut gemerlapnya neraka, karena dalam sebuah hadits juga sudah diterangkan “bahwa akhirat adalah surganya orang mukmin dan dunia adalah penjaranya, sebaliknya untuk syaiton bahwa akhirat adalah penjaranya dan dunia adalah surganya”.
Aku teringat sepotong episode dalam hidupku sebelum sekarang, aku dulu bukan aku yang sekarang, aku yang sekarang bukan aku yang akan datang. Yaaa inilah jalan hidup yang aku tempuh. Pertanyaan yang tak pernah kulupa dari seorang sahabat adalah “apakah sekarang kita tengah menjadi kelinci percobaan untuk  Al Qur’an dan As Sunnah?” kemudian ustadza ku menjawab “ya itu sangatlah benar”. Setelah aku banyak bertanya pada diriku sendiri tentang semua hal yang aku baca, aku dengar, dan aku rasakan ternyata benar bahwa kita ini memang sebagai pelaku, kita bukan siapa-siapa tanpa Alloh. Al Qur’an dan As Sunnah itu adalah untuk kita jalankan, bukan hanya kita baca dan kita dengarkan penjelasannya tanpa pengamalan. Kita belajar barenglah untuk “hidup bukan untuk hidup tapi hidup untuk yang maha hidup”. Melebihkan usaha untuk lebih baik dimasa yang akan datang, memperbaiki niat setiap saat, bahwa niat kita dalam melakukan segala sesuatu hanya untuk Alloh semata, bukan karena surga ataupun pahala, karena ketika kita meniatkan hanya untuk surga dan pahala maka secara tidak langsung kita sudah menjadikan Alloh sebagai jembatan kita untuk memenuhi syahwatnya kita. Sadarkah kita itu termasuk dosa yang kita anggap “tidak apa-apa”, Astaghfirulloh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar