Dalam kehidupan terkadang ada dimensi
dimana kita tidak bisa memahami apa yang kita inginkan, apa yang harus kita
lakukan, ataupun apa yang akan kita dapatkan. Semuanya tergantung pada diri
kita, ketika kita berniat baik dalam suatu jalan yang kita tempuh maka insya
Alloh jalan kedepannya akan baik-baik saja, meskipun ini akan mengalami banyak
rintangan yang mungkin juga akan sulit dan rumit untuk melewatinya tapi ada
Alloh bersama niat baik kita.
Sepertinya
angin musim sudah terlalu lama menerpah tubuhku, tapi aku tidak menikmatinya, aku biarkan saja angin itu
lewat dan membawa semua cerita lamaku, aku tidak mau beranjak pergi dari
dimensi ini, karena aku masih ingin berusaha dan aku punya keyakinan bahwa pada
dimensi esok aku tidak lagi seperti yang
sekarang. Aku bukan melupakan yang sekarang, hanya saja aku ingin tidak
mengingatnya, karena aku berfikir bahwa mungkin jika aku bertahan pada ingatan
masa laluku, aku tidak akan tahu betapa berliku, betapa terjal dan betapa indah
serta istimewanya jalan didepanku.
Seiring
berjalannya waktu, aku akan mengerti sendiri bagaimana aku harus menghadapi
dunia luar, menemui banyak orang yang belum aku kenal dan menjumpai lebih
banyak lagi perbedaan, entah itu dalam hal kebudayaan, bahasa, adat istiadat
dan semua aspek dalam kehidupan ini. Ketika nanti aku keluar, aku harus bisa
menghadapi semua tantangan sendiri, aku harus belajar berdiri didepan untuk
diriku sendiri, memasang wajah paling manis hingga paling menakutkan, berdiri
gagah dengan diriku sendiri dan untuk diriku sendiri. Aku akan belajar tidak
terbiasa bergantung pada orang lain, belajar berprinsip bahwa “ini loh aku” dengan bangga menyebut
namaku tanpa menghilangkan kesopan santunan dalam bergaul “ini loh aku” tanpa rasa sombong dan kufur (Aaaaaammiiiiiiiiin).
Setiap hari
yang kujalani memang penuh dengan tanda tanya “apakah yang kulakukan ini benar, bermanfaat bagi orang banyak, atau
hanya untuk kepuasan syahwatku saja???” entahlah, semuanya sudah ku
fikirkan semalam sebelumnya dan siang ditengahnya serta malam lagi setelahnya.
Yaa aku terkadang berfikir ternyata “jika
kita mengejar waktu maka akan merasa santai, tapi jika waktu yang mengejar maka
kita terengah-engah”. Semuanya butuh perencanaan, butuh kematangan strategi
untuk bisa menyelsaikan semuanya, butuh waktu yang lama untuk benar-benar
ihsan, menyadari bahwa “ihsan itu lebih
dari iman” tapi mengamalkannya tidak semudah mengucapkannya. Aku meyakini
bahwa “kita manusia adalah tempat salah dan lupa” jadi ketika apa
yang bisa kita ucapkan itu belum terealisasi maka dengan sendirinya kita
mengiyahkan untuk menolak mengerjakannya. Karena kita lupa jika iman itu bukan
hanya diucapkan dengan lisan tapi juga harus merealisasikan dengan perbuatan
kita sehari-hari, kita bisa dengan mudah lupa karena kita salah dalam
menanamkan niat awal kita ketika pertama kita membuka mata dan melihat
gemerlapnya neraka ini. Kenapa aku menyebut gemerlapnya neraka, karena dalam
sebuah hadits juga sudah diterangkan “bahwa
akhirat adalah surganya orang mukmin dan dunia adalah penjaranya, sebaliknya
untuk syaiton bahwa akhirat adalah penjaranya dan dunia adalah surganya”.
Aku teringat
sepotong episode dalam hidupku sebelum sekarang, aku dulu bukan aku yang
sekarang, aku yang sekarang bukan aku yang akan datang. Yaaa inilah jalan hidup
yang aku tempuh. Pertanyaan yang tak pernah kulupa dari seorang sahabat adalah “apakah sekarang kita tengah menjadi kelinci
percobaan untuk Al Qur’an dan As Sunnah?”
kemudian ustadza ku menjawab “ya itu
sangatlah benar”. Setelah aku banyak bertanya pada diriku sendiri tentang
semua hal yang aku baca, aku dengar, dan aku rasakan ternyata benar bahwa kita
ini memang sebagai pelaku, kita bukan siapa-siapa tanpa Alloh. Al Qur’an dan As
Sunnah itu adalah untuk kita jalankan, bukan hanya kita baca dan kita dengarkan
penjelasannya tanpa pengamalan. Kita belajar barenglah untuk “hidup bukan untuk hidup tapi hidup untuk
yang maha hidup”. Melebihkan usaha untuk lebih baik dimasa yang akan
datang, memperbaiki niat setiap saat, bahwa niat kita dalam melakukan segala
sesuatu hanya untuk Alloh semata, bukan karena surga ataupun pahala, karena
ketika kita meniatkan hanya untuk surga dan pahala maka secara tidak langsung
kita sudah menjadikan Alloh sebagai jembatan kita untuk memenuhi syahwatnya
kita. Sadarkah kita itu termasuk dosa yang kita anggap “tidak apa-apa”, Astaghfirulloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar